Jakarta -Kemarin, Sabtu, 3 September 2022, pemerintah mengumumkan harga BBM naik.
Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
“Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM,” ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada 3 September 2022 perihal kenaikan harga BBM.
Dalam pengumuman tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan rincian kenaikan harga BBM sebagai berikut.
Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Kenaikan harga BBM tersebut memicu beberapa penolakan dari publik.
Pasalnya, harga BBM naik di saat harga minyak dunia mengalami penurunan.
Misalnya, dikutip dari Tempo, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun menjadi 86,61 dolar Amerika per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November juga turun menjadi 92,36 dolar Amerika per barel di London ICE Futures Exchange.
Merujuk catatan Bisnis.com, penurunan tersebut setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu kekhawatiran pasar terhadap konsumsi energi global yang diprediksi akan melemah dan sentimen geopolitik, seperti perang Rusia dan Ukraina, yang mempengaruhi rantai global pasokan minyak.
Terkait kenaikan harga BBM di tengah penurunan harga minyak dunia, Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani memberikan beberapa penjelasan.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa anggaran subsidi dan kompensasi energi akan tetap membludak meskipun harga minyak dunia turun.
Bendahara negara ini menyebut bahwa pemerintah harus menanggung subsidi sebesar Rp 502,4 triliun yang sebelumnya diprediksi hanya Rp 152,5 triliun.
Angka Rp 502,4 triliun tersebut didapat dari perhitungan rata-rata harga Indonesian Crude Price atau ICP sebesar 105 dolar Amerika per barel dengan nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.700 per dolar Amerika.
Sebagai perbandingan, Menkeu Sri Mulyani memaparkan dua skema kemungkinan penurunan harga ICP yang membuktikan bahwa anggaran subsidi tetap akan jebol.
Pertama, ia menyampaikan bahwa rata-rata harga ICP turun menjadi 99 dolar Amerika atau 90 dolar Amerika per barel hingga bulan Desember 2022, maka anggaran subsidi berkisar Rp 653 triliun.
Kedua, apabila harga ICP turun menjadi 85 dolar Amerika per barel hingga bulan Desember 2022, maka anggaran subsidi tetap membengkap hingga Rp 640 triliun.
Kendati demikian, Sri Mulyani mengaku tetap akan memantau perkembangan harga ICP pada masa-masa mendatang.
“Perkembangan ICP harus dan akan terus dimonitor sebab suasana geopolitik dan suasana proyeksi dunia masih akan dinamis,” ujarnya ihwal faktor-faktor di balik penetapan harga BBM naik.